MYTHBUSTERS : Meluruskan Mitos dan Hoax seputar COVID-19

Pandemi COVID-19 menimbulkan keresahan banyak orang, terlebih lagi pada iklim masyarakat masa kini yang sangat mudah dan cepat menerima informasi dari berbagai sumber dan platform di internet. Berita-berita terkait tingginya tingkat penularan, peningkatan jumlah pasien COVID-19 yang terkonfirmasi atau meninggal dunia, serta berita terbatasnya tempat tidur di berbagai rumah sakit di Indonesia tentu menimbulkan kekhawatiran. Kekhawatiran tersebut tentu menjadi dasar banyak orang yang mencari informasi terkait cara mencegah, menangkal, atau berita-berita lainnya. Sayangnya banyak dari berita yang beredar belum terbukti kebenarannya dan sudah terlebih dahulu dibaca dan disebarluaskan. Artikel ini akan mengupas beberapa mitos/hoax yang beredar dan faktanya.

1. VAKSIN DAPAT MENGUBAH DNA MANUSIA

Perlombaan yang sedang berlangsung untuk mendapatkan vaksin COVID-19 telah menimbulkan beberapa kekhawatiran terkait kemanjuran dan keamanan penggunaannya. Salah satu berita yang tersebar di akun facebook menunjukkan kemungkinan vaksin berpotensi mengubah DNA manusia. Namun hal ini TIDAK BENAR.  

Melansir dari situs WHO , vaksin berfungsi untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh manusia dapat mengenali virus dan patogen yang berusaha menginfeksi manusia. Tidak ada kandungan dalam vaksin yang mampu berintegrasi dan mengubah DNA manusia secara genetik.

2. VAKSIN COVID-19 TANAMKAN MICROCHIP YANG DIPROGRAM UNTUK MENGONTROL DAN MEMBANTAI NYAWA

Klaim bahwa vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram dari jauh untuk melakukan perbudakan global dan  membantai nyawa manusia pertama kali beredar di Facebook. Sejak April 2020, isu tentang microchip yang ditanamkan ke dalam tubuh manusia melalui vaksin beredar seiring dengan rumor bahwa pendiri Microsoft, Bill Gates, membuat vaksin Covid-19 yang dipasang microchip. Klaim ini termasuk dalam kategori MENYESATKAN.

Menurut artikel dari Science 20 , microchip RFID (Radio Frequency Identification) terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam jarum berukuran normal yang digunakan untuk vaksin.

3. MASKER DAPAT MENYEBABKAN KEMATIAN AKIBAT KERACUNAN KARBON DIOKSIDA (CO2)

Banyak artikel yang beredar yang mengklaim bahwa memakai masker terlalu lama dan terlalu sering dapat menyebabkan hypoxia (kondisi kekurangan oksigen) dan meninggal karena keracunan karbon dioksida. Artikel ini pertama kali muncul di Facebook. Klaim ini BELUM DAPAT DIBUKTIKAN KEBENARANNYA.

Melansir dari situs rumah sakit John Hopkins, ukuran filter pada masker masih memungkinkan udara (oksigen, karbondioksida) untuk lewat dan bersirkulasi, namun tidak untuk ukuran molekul virus. CDC menyatakan bahwa meskipun bisa ada sekian molekul karbondioksida yang terperangkap, kemungkinan untuk menyebabkan keracunan karbondioksida (CO2) hampir tidak ada.

4. THERMO GUN DAPAT MERUSAK OTAK

Klaim ini sangat ramai diperbincangkan, terlebih lagi setelah protokol kesehatan mengharuskan pengukuran suhu setiap pengunjung sebelum memasuki failitas publik. Berita yang tersebar menyebutkan bahwa sinar infra red dari thermo-gun berisiko merusak kelenjar pineal yang terletak di otak. Klaim ini termasuk TIDAK BENAR.  

Melansir dari artikel publikasi Asosiasi Dokter Keluarga Amerika , Gabrielle Girardeau sebagai peneliti neurosains di institusi France’s Inserm menjelaskan bahkan jika sinar infra merah tidak dapat mencapai kelenjar pineal otak karena posisinya terlalu dalam. Sinar laser yang dikeluarkan oleh thermo gun sendiri bukan berfungsi untuk mengukur temperatur melainkan sebagai alat bantu untuk membidik bagian yang akan diukur suhunya. Sinar laser ini berwarna merah yang menggunakan daya lebih rendah daripada 1 mW dan energinya sangat kecil sehingga tidak mampu merusak jaringan mata, apalagi otak.

Karena berita yang tidak benar tersebut, banyak petugas yang kini mengecek suhu tubuh dengan thermo gun di pergelangan tangan. Pengukuran ini KURANG TEPAT dan akan memberikan hasil yang TIDAK AKURAT. Melansir dari Harian Kompas, anggota Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19, Budi Santoso, menyatakan pengukuran suhu tubuh di tangan atau kaki tidak tepat karena jauh dari suhu tubuh inti atau core body temperature. Sebaliknya, bagian tubuh yang paling mendekati core body temperature ini adalah dahi, lubang telinga, rongga mulut, ketiak, atau dubur. Dalam konteks ruang publik, dahi lah yang paling memungkinkan.

5. BERBAGAI ‘PENANGKAL’ COVID

Sejumlah artikel di laman Facebook dan Whatsapp mengklaim berbagai bahan makanan, minuman, atau perlakuan yang dapat menangkal CoVID-19. Beberapa di antaranya adalah minum kopi, minum campuran air kelapa muda, jeruk nipis, dan garam, serta kumur air garam dan air hangat. Berbagai hal ini BELUM TERBUKTI KEBENARANNYA secara ilmiah.

Klaim lain yang tentu sangat membuat kepala bergeleng adalah bahwa merokok dapat mencegah virus corona masuk ke paru-paru. Hal ini tentu TIDAK BENAR. Seseorang yang merokok justru lebih berisiko mengalami infeksi virus corona. Melansir dari WHO, merokok menekan fungsi kekebalan di paru-paru dan memicu peradangan. Perokok dan pengguna vape jangka panjang berisiko tinggi mengalami pengembangan kondisi paru-paru kronis, yang telah dikaitkan dengan kasus Covid-19 yang lebih parah.

Berbagai hal yang SUDAH TERBUKTI BENAR dapat mencegah penularan CoVID-19 adalah dengan selalu menjaga kebersihan terutama dengan sering mencuci tangan, memakai masker yang terstandar, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

 

Tidak terhitung jumlah artikel atau berita yang tersebar terkait COVID-19 di masa pandemi ini. Penting bagi kita untuk selalu mengecek kebenaran informasi tersebut sebelum menyebarkannya. Jangan sebarkan virus, dan jangan pula sebarkan hoax.